.comment-link {margin-left:.6em;}

Sehat & Segar Dari Alam

Sunday, July 22, 2007

4 SERANGKAI PENGGEMPUR KOLESTEROL


Kelihatannya sudah jadi pengetahuan umum, kalau pengapuran dan penimbunan kolesterol di dalam pembuluh darah merupakan proses yang bisa memunculkan penyakit jantung koroner (PJK). Yang barangkali belum banyak disadari, terjadinya sering kali mulai usia sangat muda dan berjalan diam-diam, perlahan-lahan, namun pasti. Persis pencuri di waktu malam .... Agar tidak sampai kecolongan, ada baiknya kita simak mengapa vitamin dan serat bisa mencegah proses yang merugikan kesehatan itu.
Dengan sumber-sumber vitamin dan serat macam ini PJK bisa dicegah.

Aterosklerosis, nama proses itu, sebenarnya bukan berita baru. Otopsi pertama pada mumi yang hidup lebih dari 3.500 tahun lalu, yang dilakukan pada tahun 1931, menunjukkan adanya tanda-tanda pengapuran pada pembuluh koroner seorang wanita berusia 50 tahun. Mau bukti lain? Otopsi pada 200 orang serdadu yang mati muda dalam Perang Korea menunjukkan, 50% dari mereka telah mengalami pengapuran di pembuluh darah koronernya, padahal sebelumnya tak ada keluhan. Bahkan di AS, 46% anak muda yang tewas karena kecelakaan lalu lintas, ternyata sudah mengidap pengapuran koroner. Juga tanpa keluhan sebelumnya.

Sedihnya, studi pun mendukung fakta. WHO, berdasarkan telaah tahun 1976 menyimpulkan, proses pengapuran koroner bertambah 3% per tahun sejak seseorang berusia 20 tahun! Hal ini membuktikan bahwa progresivitas pengapuran pembuluh koroner sesungguhnya memang bergulir diam-diam dan senantiasa membawa bahaya laten. Check up menjadi penting, terutama bagi orang yang sudah melewati usia 40 tahun, agar progresivitas penyakit ini dapat dicegah sedini mungkin.

Yang menarik, di Jepang secara umum, walaupun jumlah pengidap hipertensi dan perokok sangat tinggi, insiden PJK relatif rendah, karena kadar kolesterol mereka umumnya rendah. Berbeda dengan di kota-kota metropolitannya, di mana sudah terjadi pergeseran pola makan, kecenderungan timbulnya PJK tampaknya meningkat.

Di antara pelbagai alternatif upaya untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah, vitamin B3 (niasin), C, E, dan serat, tampaknya bisa menjadi alternatif.

Niasin, cukup sedikit saja

Niasin merupakan bagian dari vitamin B-kompleks, yang disebut juga vitamin B3. Banyak terdapat dalam biji-bijian dan kacang-kacangan, baru tahun 1955 dr. R. Altschul, untuk pertama kalinya menemukan khasiatnya untuk menurunkan kadar kolesterol.

Niasin dapat menurunkan produksi VLDL (very low density lipoprotein) di hati, sehingga produksi kolesterol total, LDL (low density lipoprotein), dan trigliserida menurun. Dengan mengonsumsi 3 - 6 g niasin (ekuivalen dengan ...) sehari, kadar kolesterol total dapat diturunkan sebanyak 15 - 20%, kadar trigliserida turun 45 - 50%, dan kadar HDL (high density lipoprotein) meningkat hingga 20%. Bahkan dengan 1 - 1,5 g niasin sehari, kadar LDL sudah dapat diturunkan 15 - 30% dan HDL meningkat secara nyata.

Niasin juga berperan dalam merangsang pembentukan prostaglandin I2, hormon yang membantu mencegah pengumpulan (agregasi) trombosit. Dengan demikian, niasin dapat memperkecil proses aterosklerosis dan akhirnya memperkecil kemungkinan terjadinya serangan jantung.

Pemberian niasin pada orang-orang yang baru saja mengalami operasi bypass koroner dapat menurunkan kadar LDL sampai 69% dan meningkatkan kadar HDL 33%. Dalam hal ini, niasin berfungsi untuk mencegah berulangnya proses pengapuran pasca-bypass.

Akan tetapi, seperti banyak hal di dunia, di balik manfaatnya vitamin ini bisa memberikan gejala yang tidak diharapkan bila dikonsumsi secara berlebihan. Angka kecukupan gizi niasin sebenarnya relatif kecil. Bayi hanya memerlukan 6 - 9 mg niasin sehari, sementara anak-anak membutuhkan 11 - 18 mg, dan orang dewasa cukup dengan 13 - 19 mg per hari. Namun, umumnya diperlukan dosis niasin 1 - 1,5 g sehari untuk mempengaruhi hasil pemeriksaan lemak darah di laboratorium.

Dosis rata-rata 1 g niasin per hari tidak memberikan efek sampingan. Namun karena dimetabolisasi di hati, dosis niasin yang tinggi akan sedikit memberikan tambahan beban bagi kerja hati. Walaupun demikian, sesungguhnya efek sampingan ini sangat jarang terjadi. Coronary Drug Project bahkan menunjukkan, dalam penelitian yang melibatkan lebih dari 8.000 orang pada tahun 1969 - 1975, tak ada efek sampingan mengganggu akibat konsumsi niasin selama itu.

Sekarang bagaimana dengan peran vitamin C, yang telah sekian lama akrab dengan kita? Ternyata ia berperan penting melalui proses metabolisme kolesterol. Begini ceritanya.


Dalam metabolisme kolesterol, vitamin C berperan meningkatkan laju kolesterol yang dibuang dalam bentuk asam empedu, meningkatkan kadar HDL, dan berfungsi sebagai pencahar sehingga meningkatkan pembuangan kotoran. Pada gilirannya hal ini akan menurunkan penyerapan kembali asam empedu dan pengubahannya menjadi kolesterol.


Vitamin C dapat menurunkan kolesterol dan trigliserida pada sejumlah orang yang biasanya memiliki kadar kolesterol dan trigliserida tinggi. Namun, sayangnya hal itu tidak berlaku pada orang dengan kadar kolesterol dan trigliserida normal. Jadi, rupanya vitamin C berperan menjaga keseimbangan (homeostasis) jenis lemak ini di dalam tubuh.


Vitamin ini juga sangat penting untuk sintesis kolagen. Padahal kolagen itu berbentuk serabut kuat dan merupakan jaringan ikat yang penting bagi kulit, otot, pembuluh darah, dan bagian tubuh lainnya. Tidak mengherankan kalau kekurangan vitamin C cenderung melemahkan struktur pembuluh darah, jantung, dan otot jantung. Jadi, peran vitamin C dalam pembentukan kolagen merupakan faktor positif untuk mencegah serangan penyakit jantung koroner.


Penelitian lain malah nyata-nyata menunjukkan, kekurangan vitamin C menyebabkan kerusakan susunan sel pada dinding pembuluh arteri sehingga dapat terisi kolesterol dan menyebabkan aterosklerosis.


Angka kecukupan gizi vitamin C ditetapkan sebesar 60 mg sehari (sebuah jeruk mengandung 49 mg vitamin C - Red.). Angka kecukupan tersebut sebenarnya hanya dimaksudkan untuk mencegah skorbut, penyakit pada gusi. Mitos bahwa tubuh hanya dapat menyimpan vitamin C dalam jumlah sangat sedikit, dan karenanya, hanya membuang uang saja mengkonsumsi vitamin C dosis tinggi, agaknya kurang tepat.

Sebenarnya, tubuh menyimpan dan memanfaatkan vitamin C secara berfluktuasi, tergantung berapa banyak yang diperlukan, misalnya, untuk menunjang sistem imunitas, mengatur metabolisme kolesterol, mengikat radikal bebas, dan menyembuhkan luka. Jadi, vitamin C seyogianya dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan tubuh untuk kesehatan. Linus Pauling bahkan menyarankan konsumsi 1 - 3 g sehari untuk menjaga kesehatan yang optimal, tetapi cara yang terbaik untuk mengetahui berapa jumlah vitamin adalah dengan "menanyakan" kepada tubuh kita sendiri. Inilah yang disebut teknik toleransi perut.


Teknik toleransi perut dikembangkan oleh Dr. Robert Catchart yang berpengalaman dalam pengobatan dengan vitamin C. Konsumsi vitamin C berlebihan akan menimbulkan diare. Karena larutan vitamin C pekat dalam usus akan menarik air dari sekeliling sel dan akhirnya kotoran dilepaskan dalam bentuk diare. Diare terjadi kalau ada kelebihan vitamin C yang mencapai usus halus dan tidak diserap tubuh. Toleransi perut ini mungkin akan berubah tergantung dari derajat kesehatan seseorang.

Vitamin E hambat oksidasi

Kolesterol LDL mempunyai kemampuan menembus dinding arteri dan mulai menyumbat pembuluh darah bila telah mengalami oksidasi. Salah satu hasil oksidasinya adalah radikal bebas. Dengan sendirinya jika tidak terjadi oksidasi, LDL tidak akan mampu membentuk plak dan sumbatan arteri. Maka oksidasi ini harus dicegah. Untuk itu diperlukan antioksidan. Di sini masuk peran vitamin E sebagai antioksidan yang penting. Maka tak berlebihan kalau dikatakan vitamin E dapat menghambat risiko munculnya penyakit jantung koroner.

Lalu seberapa banyak yang dibutuhkan? Dengan menelan 800 IU (international units) vitamin E setiap hari selama 3 bulan akan memangkas oksidasi LDL sebesar 40%. Demikian hasil studi yang dilakukan di Medical Center, Universitas Texas Southwestern di Dallas. Ditambahkan pula, sekurang-kurangnya 400 IU vitamin E setiap hari secara nyata dapat menurunkan oksidasi LDL.

Ampuhnya vitamin E dalam meredam timbulnya penyakit jantung dibuktikan oleh sebuah studi pada 87.000 perawat di Harvard Medical Center. Studi itu menunjukkan, munculnya penyakit jantung 41% lebih rendah pada mereka yang mengkonsumsi vitamin E 100 - 250 IU setiap hari selama dua tahun. Sementara pada monyet, konsumsi 108 IU vitamin E setiap hari selama tiga tahun telah memperlambat sumbatan arteri akibat diet berkadar lemak tinggi. Hanya 20% dari binatang percobaan yang mengkonsumsi vitamin E mengalami sumbatan arteri.

Dari diet sehari-hari diperkirakan asupan vitamin E sekitar 25 IU. Untuk mendapatkan manfaat yang memadai terhadap serangan jantung, sekurang-kurangnya diperlukan 100 IU vitamin E setiap hari. Dosis harian vitamin E sebesar 400 - 800 IU dianggap masih aman. Tapi awas, sebenarnya dosis 400 IU dapat menimbulkan dampak antipenggumpalan darah, yang bisa berbahaya bagi orang-orang yang akan menjalani operasi. Apalagi bila dosis vitamin E melebihi 3.200 IU per hari. Keracunan dapat terjadi! Penderita akan mengalami pusing-pusing, diare, dan tekanan darah tinggi.

Serat ampuh untuk diet

Serat dulu pernah dianggap sebagai the forgotten nutrient karena fungsinya belum jelas. Kini, sebagai salah satu komponen bahan makanan, ternyata ia mempunyai peranan penting dalam menjaga kesehatan. Berbagai pembuktian dilakukan baik secara epidemiologis maupun klinis.

Serat dalam makanan terdiri atas dua komponen utama, yaitu yang larut dan tak larut. Serat larut tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia, tetapi larut dalam air panas. Serat tak larut tidak dapat dicerna dan juga tidak larut dalam air panas. Namun meski tidak dapat dicerna, serat mempunyai fungsi metabolisme zat gizi yang penting. Lo?

Karena tidak dicerna, serat masuk ke kolon (usus besar) dalam keadaan utuh. Selain itu, serat mencapai kolon dalam volume besar dan membutuhkan tempat luas, sehingga menimbulkan perasaan kenyang. Maka, kehadiran serat dalam lambung dan saluran pencernaan akan mengurangi keinginan seseorang makan lebih banyak, sehingga mencegah munculnya kegemukan. Konsumsi serat makanan yang dianjurkan dalam diet sehari-hari adalah 20 - 30 g.

Dewasa ini pola makan modern sering dihubungkan dengan tingginya kolesterol dari sumber pangan hewani. Bagaimana konsumsi serat larut dapat membantu mengenyahkan musuh kita bersama ini? Di dalam saluran pencernaan, serat larut akan "menggandeng" asam empedu (produk akhir kolesterol) dan "mengajaknya" keluar bersama tinja. Dengan demikian, semakin tinggi konsumsi serat larut, semakin banyak asam empedu dan lemak yang dikeluarkan oleh tubuh.

Sumber serat amat gampang diperoleh, karena sayuran dan buah-buahan adalah sumber serat makanan yang paling mudah dijumpai masyarakat dalam menu sehari-hari. Sayuran bisa dikonsumsi dalam bentuk mentah atau setelah diproses melalui perebusan. Hasil penelitian seorang mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB), Rahayu, pada tahun 1990, menunjukkan, serat makanan dalam sayuran dimasak justru meningkat dibandingkan dengan sayuran mentah.
Bagaimana bisa demikian? Proses pemasakan akan menghilangkan beberapa zat gizi sehingga berat sayuran menjadi lebih kecil berdasarkan berat keringnya. Selain itu, proses pemasakan juga menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan yang dalam analisis gizi terhitung sebagai serat makanan. Alasan-alasan inilah yang menyebabkan sayuran yang telah dimasak mempunyai kandungan serat makanan lebih tinggi.

Di negara maju seperti AS, oat bran (mirip dedak bekatul) telah dikenal sebagai makanan penurun kolesterol. Dalam buku The 8-Week Cholesterol Cure karangan Robert E. Kowalski diuraikan panjang-lebar tentang berbagai penelitian berkaitan dengan pemanfaatan oat bran. Salah satu studi dalam buku itu mengindikasikan, konsumsi 50 g oat bran sehari akan menurunkan kolesterol total sebesar 19% dan kolesterol LDL sebesar 23%. Rahasia oat bran sebagai penurun kolesterol terletak pada kandungan serat larutnya yang sangat tinggi, yaitu mencapai 14,0%.


Sementara pembatasan konsumsi lemak (khususnya lemak jenuh) dan kolesterol merupakan cara diet yang selama ini selalu dianjurkan untuk mengurangi risiko penyakit jantung koroner, upaya ini akan berhasil dengan lebih efektif jika disertai dengan pengaturan konsumsi gizi lainnya, seperti niasin, vitamin C, vitamin E, dan serat. (Dr. Ir. Ali Khomsan, Dosen Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Faperta, IPB)


note :

Psssttt....please leave me a name if U wanna comment on my post, OK ? I don't receive anonimous comment...

Image hosted by Photobucket.com